UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1995
TENTANG
K E P A B E A N A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional;
b. bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan agar lebih dapat diciptakan kepastian hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek Kepabeanan bagi bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional yang terus berkembang serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, diperlukan langkah-langkah pembaruan;
c. bahwa peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang selama ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional dalam hubungannya dengan perdagangan internasional;
d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu untuk membentuk Undang-undang tentang Kepabeanan yang dapat memenuhi perkembangan keadaan dan kebutuhan pelayanan Kepabeanan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk.
2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang ini.
3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
5. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu-lintas barang impor dan ekspor.
6. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini.
7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.
11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan undang-undang ini.
12. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
13. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
15. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
16. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
17. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
18. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 2
(1) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk.
(2) Barang yang telah dimuat atau akan dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam Daerah Pabean.
Pasal 3
(1) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
(3) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif.
(4) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 4
(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.
(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor.
(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean
(2) Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
(3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan Kewajiban Pabean, ditetapkan Kawasan Pabean dan Pos Pengawasan Pabean.
(4) Penetapan Kawasan Pabean, Kantor Pabean, dan Pos Pengawasan Pabean dilakukan oleh Menteri.
Pasal 6
Terhadap barang yang diimpor atau diekspor, berlaku segala ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
BAB II
IMPOR DAN EKSPOR
Bagian Pertama
Impor
Paragraf 1
IMPOR DAN EKSPOR
Bagian Pertama
Impor
Kedatangan, Pembongkaran, Penimbunan, dan Pengeluaran Barang
Pasal 7
(1) Barang impor harus dibawa ke Kantor Pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tersebut wajib diberitahukan oleh pengangkutnya.
(2) Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, dengan tanpa memenuhi ketentuan pada ayat (1), pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu, kemudian wajib melaporkan hal tersebut ke Kantor Pabean terdekat.
(3) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tetapi jumlah barang yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang dibongkar, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), tetapi jumlah barang yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(6) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean untuk:
a. diimpor untuk dipakai;
b. diimpor sementara;
c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;
d. diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya;
e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau
f. diekspor kembali.
(8) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Paragraf 2 Impor untuk Dipakai
Paragraf 2
Impor untuk dipakai
Pasal 8
(1) Impor untuk dipakai adalah:
a. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau
b. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh Orang yang berdomisili di Indonesia.
(2) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai:
a. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuknya;
b. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; atau
c. setelah diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
(3) Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas ke Daerah Pabean pada saat kedatangan wajib diberitahukan oleh pembawanya kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(4) Barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(6) Importir yang tidak melunasi Bea Masuk atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut undang-undang ini dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen dari Bea Masuk yang wajib dilunasinya.
Paragraf 3
Impor Sementara
Pasal 9
(1) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
(2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada dalam pengawasan pabean.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta penentuan jangka waktu Impor sementara diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(4) Barangsiapa yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
Bagian Kedua
Ekspor
Pasal 10
Ekspor
(1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan atas barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
(3) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
(4) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika dibatalkan ekspornya harus dilaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pengangkutan Barang
Pasal 11
(1) Pengangkut pada saat sarana pengangkutnya akan meninggalkan Kantor Pabean dengan tujuan ke luar Daerah Pabean wajib memberitahukan barang yang diangkutnya dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean sepanjang mengenai:
a. barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
b. barang impor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut;
c. barang ekspor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut;
d. barang dari Daerah Pabean yang pengangkutannya melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean.
(3) Pengangkut yang tidak memberitahukan barang yang diangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b, tetapi barang yang diangkutnya t idak sampai ke tempat tujuan atau jumlah barang setelah sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan Pemberitahuan Pabean, dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping wajib membayar Bea Masuk atas barang yang tidak sampai di tempat tujuan atau kurang dibongkar tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk Impor atau Ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa.
(6) Persyaratan dan tata cara pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB III
TARIF DAN NILAI PABEAN
Bagian Pertama
Tarif
Paragraf 1
TARIF DAN NILAI PABEAN
Bagian Pertama
Tarif
Tarif Bea Masuk
Pasal 12
(1) Barang impor dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. barang impor hasil pertanian tertentu;
b. barang impor yang termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan;dan
c. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). (3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab atas Bea Masuk
Pasal 30
(1) Importir bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.
Tanggung Jawab atas Bea Masuk
Pasal 30
(2) Bea Masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal 31
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang dalam hal importir tidak ditemukan.
Pasal 32
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya.
(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan
Sementaranya:
a. musnah tanpa sengaja;
b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atau
c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara lain, Tempat Penimbunan Berikat, atau tempat Penimbunan Pabean.
(3) Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus dilunasi, sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera dalam Pemberitahuan Pabean pada saat barang tersebut ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 33
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya.
(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya:a.musnah tanpa sengaja;b.telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atauc.telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat lain, atau Tempat Penimbunan Pabean.
(3) Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus dilunasi didasarkan pada tarif yang berlaku pada saat dilakukan pencacahan dan nilai pabean barang pada saat ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.
Pasal 34
(1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 tidak lagi dipenuhi, Bea Masuk atas barang impor yang terutang menjadi tanggung jawab:a.Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan; ataub.Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.
(2) Perhitungan Bea Masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.
Pasal 35
Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangan sarana pengangkut atau di daerah perbatasan yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang tersebut.
BAB VII
PEMBAYARAN BEA MASUK, PENAGIHAN UTANG, DAN JAMINAN
Bagian Pertama
Pembayaran Bea Masuk
Pasal 36
PEMBAYARAN BEA MASUK, PENAGIHAN UTANG, DAN JAMINAN
Bagian Pertama
Pembayaran Bea Masuk
(1) Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut undang-undang ini, dibayarkan di kas negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh.
(3) Ketentuan tentang tata cara pembayaran, penerimaan, penyetoran Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pembulatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 37
(1) Bea Masuk dan denda administrasi yang terutang wajib dibayar selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari sejak timbulnya kewajiban membayar menurut undang-undang ini.
(2) Dalam hal tertentu, kewajiban membayar Bea Masuk dan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan penundaan.
(3) Ketentuan tentang penundaan pembayaran utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Kedua
Penagihan Utang
Pasal 38
(1) Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan undang-undang ini yang tidak atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar dua persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung satu bulan.
(2) Penghitungan utang atau tagihan kepada negara menurut undang-undang ini jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh.
Pasal 39
(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pabean atas barang-barang milik yang berutang.
(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Bea Masuk, denda administrasi, bunga, dan biaya penagihan.
(3) Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali:
a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.
(5) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak tanggal penundaan pembayaran diberikan.
Pasal 40
(1) Hak menagih atas utang berdasarkan undang-undang ini kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
(2) Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal:
a. yang berutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
b. yang berutang memperoleh penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); atau
c. yang berutang melakukan pelanggaran undang-undang ini
Pasal 41
Pelaksanaan penagihan utang dan penghapusan penagihan utang yang tidak dapat ditagih berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga Jaminan
Pasal 42
(1) Jaminan yang disyaratkan menurut undang-undang ini dapat digunakan:
a. sekali; atau
b. terus-menerus.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:
a. uang tunai;
b. jaminan bank;
c. jaminan dari perusahaan asuransi; atau
d. jaminan lainnya.
(3) Ketentuan tentang jaminan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VIII
TEMPAT PENIMBUNAN DIBAWAH PENGAWASAN PABEAN
Bagian Pertama
Tempat Penimbunan Sementara
Pasal 43
(1) Di setiap Kawasan Pabean disediakan Tempat Penimbunan Sementara yang dikelola oleh pengusaha Tempat Penimbunan Sementara.
TEMPAT PENIMBUNAN DIBAWAH PENGAWASAN PABEAN
Bagian Pertama
Tempat Penimbunan Sementara
Pasal 43
(2) Dalam hal barang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, jangka waktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejak penimbunannya.
(3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar dua puluh lima persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang penunjukan Tempat Penimbunan Sementara, tata cara penggunaannya, dan perubahan jangka waktu penimbunan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Kedua
Tempat Penimbunan Berikat
Pasal 44
(1) Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunan dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Berikat untuk:
a. menimbun barang guna diimpor untuk dipakai atau diekspor kembali;
b. menimbun dan/atau mengolah barang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai;
c. menimbun dan memamerkan barang impor; atau
d. menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang impor kepada Orang tertentu.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ketentuan tentang pendirian, penyelenggaraan, dan pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
(1) Barang dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat atas persetujuan Pejabat Bea dan Cukai untuk:
a. diimpor untuk dipakai;
b. diolah;
c. diekspor sebelum atau sesudah diolah; atau
d. diangkut ke Tempat Penimbunan Berikat lain atau Tempat Penimbunan Sementara.
(2) Barang dari Tempat Penimbunan Berikat yang diimpor untuk dipakai, dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai serta nilai pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Tempat Penimbunan Berikat sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(4) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
Pasal 46
(1) Izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat:
a. berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya; atau
b. menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat:
a. tidak dapat melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau
b. tidak mampu lagi mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat:a.telah melunasi utangnya; ataub.telah mampu mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.
(4) Izin Tempat Penimbunan Berikat dicabut dalam hal:
a. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat untuk jangka waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan kegiatan;
b. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat mengalami pailit;
c. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau
d. terdapat permintaan dari yang bersangkutan.
(5) Ketentuan tentang pembekuan, pemberlakuan kembali, dan pencabutan izin Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 47
Bilamana izin Tempat Penimbunan Berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, pengusaha dalam batas waktu tiga puluh hari sejak pencabutan izin harus:
a. melunasi semua Bea Masuk yang terutang;
b. mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat; atau
c. memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
Menteri Negara Sekretaris
Negara Republik Indonesia,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 75
Pada tanggal 30 Desember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
Menteri Negara Sekretaris
Negara Republik Indonesia,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 75
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1995
TENTANG
K E P A B E A N A N
U M U M
1. Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakanginya, perubahan dan penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1995
TENTANG
K E P A B E A N A N
U M U M
2. Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan dimaksud, aparatur kepabeanan dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin baik, efektif, dan efisien, sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya.
3. Undang-undang Kepabeanan ini telah memperhatikan aspek-aspek:
a. keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada anggota masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama
b. pemberian insentif yang akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk atas impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea Masuk dilakukan;
c. netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga distorsi yang mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari;
d. kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu biaya administrasi dapat ditekan serendah mungkin;
e. kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam undang-undang ini telah memperhatikan segi-segi stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembanganan nasional
f. penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini ditaati;
g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam undang-undang ini diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yaitu, di perairan pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;
h. praktek kepabeanan internasional sebagaimana diatur dalam persetujuan perdagangan internasional.
4. Undang-undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal baru yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan perundang-undangan yang digantikannya, antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding
5. Selain daripada itu untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang, orang, dan dokumen agar menjadi semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur pula antara lain:
a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;
b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik (hubungan antarkomputer);
c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;
d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab atas Bea Masuk melalui sistem menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self assessment), dengan tetap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor barang, seperti barang pornografi, narkotika, uang palsu, dan senjata api.
6. Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas dan mengingat Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, serta memperhatikan amanat yang tersurat dan tersirat dalam garis-garis besar daripada haluan Negara, Undang-undang Kepabeanan ini merupakan produk nasional yang mampu menjawab tuntutan pembangunan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang dipergunakan dalam undang-undang ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut, dapat dicegah adanya salah pengertian atau salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal bersangkutan, sehingga masyarakat akan lebih mudah memahaminya.
Pasal 2
Ayat (1)
Ayat ini memberikan penegasan pengertian Impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki Daerah Pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib Bea Masuk serta merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan
Ayat (2)
Ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian Ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang melintasi Daerah Pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor barang, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut sudah dimuat atau akan dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean. Yang dimaksud dengan sarana pengangkut adalah setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Akan dimuat dalam ayat ini mengandung pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabean (ekspor), karena telah diserahkannya Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat saja barang tersebut masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempat-tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang atau pabrik eksportir yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ayat ini memberikan penegasan bahwa walaupun barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean, jika dapat dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam Daerah Pabean dengan menyerahkan suatu Pemberitahuan Pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai barang ekspor.
Pasal 3
Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan, terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Dalam rangka memperlancar arus barang, pemeriksaan atas fisik barang dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan barang hanya dilakukan terhadap importasi yang berisiko tinggi, antara lain barang yang bea masuknya tinggi, barang berbahaya bagi negara dan masyarakat, serta Impor yang dilakukan oleh importir yang mempunyai catatan kurang baik.
Pasal 4
Dalam rangka mendorong Ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya. Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan, pasal ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor.
Pasal 5
Ayat (1)
Dilihat dari keadaan geografis negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara kepulauan, maka tidaklah mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean. Penegasan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean maksudnya adalah kalau kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini. Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi Kewajiban Pabean seperti penyerahan Pemberitahuan Pabean atau pelunasan Bea Masuk telah dibatasi dengan penunjukan Kantor Pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Pemenuhan Kewajiban Pabean di tempat selain di Kantor Pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian; atau apabila dengan cara tersebut Kewajiban Pabean dapat dipenuhi dengan lebih mudah, aman, dan murah, pemberian kemudahan tersebut bersifat sementara.
Ayat (2)
Ayat ini menegaskan bahwa Pemberitahuan Pabean yang digunakan untuk pemenuhan Kewajiban Pabean dapat berupa tulisan di atas formulir atau melalui media elektronik berupa disket atau hubungan langsung antarkomputer.
Ayat (3)
Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu-lintas barang serta ketertiban bongkar muat barang, dan pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya suatu kawasan di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain sebagai Kawasan Pabean yang sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Demikian pula penunjukan Pos Pengawasan Pabean dimaksudkan untuk tempat Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari Kantor Pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi Kewajiban Pabean
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Pasal ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian Kewajiban Pabean atas barang impor atau ekspor harus senantiasa didasarkan pada ketentuan dalam undang-undang ini yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ayat (1)
Adanya kewajiban untuk melaporkan kedatangan barang impor di Kantor Pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dimaksudkan agar pembongkaran dilakukan dengan memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini. Dalam pengertian barang impor termasuk juga sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara. Yang dimaksud dengan jalur yang ditetapkan adalah alur pelayaran, jalur udara, jalan perairan daratan, dan jalan darat yang ditetapkan, artinya sarana pengangkut harus melalui alur-alur yang dicantumkan dalam buku petunjuk pelayaran. Demikian pula untuk barang yang diangkut melalui udara harus melalui jalur (koridor) udara yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, sedangkan jalan perairan daratan dan jalan darat di perbatasan darat ditetapkan oleh Menteri. Yang dimaksud dengan pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau orang. Pemberitahuan Pabean dibuat dan diserahkan oleh pengangkut dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Ayat (2)
Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar setelah diajukan Pemberitahuan Pabean tentang kedatangan sarana pengangkut. Akan tetapi, dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat seperti kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, cuaca buruk, atau hal-hal lain yang terjadi diluar kemampuan manusia dapat diadakan penyimpangan dengan melakukan pembongkaran tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan sarana pengangkut. Yang dimaksud dengan Kantor Pabean terdekat adalah Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.
Ayat (3)
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas ketentuan pada ayat (1) merupakan kesalahan yang dapat terjadi lebih dari satu kali.Oleh karena itu, sanksi administrasi yang ditetapkan pada ayat ini berupa denda dari jumlah yang paling sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak. Dengan demikian, pengangkut yang melanggar ketentuan pada ayat (1) lebih dari satu kali akan dikenai denda yang lebih besar dari yang hanya satu kali. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas ketentuan pada ayat (2) tidak akan terjadi setiap saat dan terjadi diluar kemampuannya. Oleh karena itu, sanksi administrasi atas kesalahan tersebut hanya berupa denda minimum yang diatur pada ayat ini.
Ayat (4)
Kewajiban yang harus dilakukan oleh pengangkut atau kuasanya adalah memberitahukan kedatangan sarana pengangkut dengan Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai dan dokumen tersebut harus memuat atau berisi semua barang impor yang diangkut di dalam sarana pengangkut tersebut, baik berupa barang dagangan maupun bekal kapal. Apabila jumlah barang yang dibongkar kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan pada ayat ini dianggap telah memasukkan barang impor tersebut ke peredaran bebas sehingga, selain wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang dibongkar tersebut, juga dikenai sanksi administrasi, jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar tersebut bukan karena kesalahannya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan segera. Yang dimaksud dengan pengeluaran adalah pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat, atau Tempat Penimbunan Pabean ke peredaran bebas dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan barang diangkut terus adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu. Yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dulu. Yang dimaksud dengan diekspor kembali adalah pengiriman kembali barang impor keluar Daerah Pabean karena ternyata tidak sesuai dengan yang dipesan atau oleh karena suatu ketentuan baru dari pemerintah tidak boleh diimpor ke dalam Daerah Pabean.
Ayat (8)
Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan dengan tanpa maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan Bea Masuknya telah dilunasi, akan tetapi karena pengeluarannya tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai, maka atas pelanggaran tersebut si pelanggar dikenai sanksi administrasi.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat ini memungkinkan importir yang memenuhi persyaratan, untuk mengeluarkan barang impor untuk dipakai sebelum melunasi Bea Masuk yang terutang dengan menyerahkan jaminan. Namun, importir wajib menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut undang-undang ini. Kemudahan ini diberikan dengan tujuan untuk memperlancar arus barang
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.
Yang dimaksud dengan pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.
Yang dimaksud dengan awak sarana pengangkut adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai adalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi Kewajiban Pabeannya berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Ketentuan dalam ayat ini mengenakan sanksi kepada importir yang memperoleh kemudahan berdasarkan ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf c, yaitu mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi Bea Masuknya dengan penyerahan jaminan, tetapi tidak menyelesaikan kewajiban untuk membayar Bea Masuk menurut jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan undang-undang ini. Yang dimaksud dengan importir adalah orang yang mengimpor
Pasal 9
Ayat (1)
Tujuan pengaturan impor sementara adalah untuk memberikan kemudahan atas pemasukan barang dengan tujuan tertentu seperti barang pameran, barang perlombaan, kendaraan yang dibawa oleh wisatawan, peralatan penelitian yang digunakan untuk penelitian sains dan teknologi serta pendidikan, peralatan yang digunakan oleh teknisi, wartawan, dan tenaga ahli untuk digunakan sementara waktu dan pada waktu pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengawasan pabean adalah pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang tersebut tidak dapat dimuat dengan segera.
Ayat (4)
Pemberitahuan pembatalan tersebut diwajibkan dalam rangka penyelesaian dan tertib administrasi serta pengawasan terhadap pemberian fasilitas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan eksportir adalah orang yang mengekspor.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang akan dikeluarkan ke luar Daerah Pabean.
Ayat (2)
Ketentuan yang diatur pada huruf a dan b bertujuan untuk pengamanan hak-hak negara yang masih melekat pada barang-barang tersebut mengingat barang yang bersangkutan masih terutang Bea Masuk. Sedangkan ketentuan pada huruf c dimaksudkan untuk pengawasan terhadap barang ekspor dan ketentuan pada huruf d dimaksudkan agar barang yang diangkut tersebut dapat dibedakan dari barang impor yang dimuat di pelabuhan di luar Daerah Pabean.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), besarnya tarif maksimum dalam ayat ini ditetapkan setinggi-tingginya empat puluh persen termasuk Bea Masuk Tambahan (BMT) yang pada waktu diundangkannya undang-undang ini masih dikenakan terhadap barang-barang tertentu. Namun, dengan tetap memperhatikan kemampuan daya saing industri dalam negeri, kebijaksanaan umum di bidang tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif yang ada dengan tujuan:
a. meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran internasional;
b. melindungi konsumen dalam negeri; dan
c. mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dalam rangka mendukung terciptanya perdagangan bebas.
Ayat (2)
Sesuai dengan Notifikasi Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT)
Huruf a.:
untuk produk pertanian tertentu sebagaimana tercantum dalam Skedul XXI-Indonesia, tarif Bea Masuknya diikat pada tingkat yang lebih tinggi dari empat puluh persen, dengan tujuan untuk menghapus penggunaan hambatan nontarif sehingga menjadi tarifikasi;
Huruf b.
demi kepentingan nasional, produk tertentu yang termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia, tarif Bea Masuknya tidak diikat pada tingkat tarif tertentu sehingga dikecualikan dari ketentuan pengenaan tarif maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun, dalam jangka waktu tertentu tarif atas produk tersebut akan diturunkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Huruf c.
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk mengantisipasi perkembangan perdagangan internasional yang demikian cepat dan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, perlu diberikan pendelegasian wewenang kepada Menteri untuk menetapkan besarnya tarif Bea Masuk setiap jenis barang dan melakukan perubahan terhadap besarnya tarif tersebut.
Pasal 13
Ayat (1)
Ayat ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk menetapkan tarif Bea Masuk yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Huruf a.
Tarif Bea Masuk dikenakan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain atau beberapa negara lain, misalnya Bea Masuk berdasarkan Common Effective Preferential Tariff untuk Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA).
Huruf b.
Dalam rangka mempermudah dan mempercepat penyelesaian impor barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa titipan, dapat dikenakan Bea Masuk berdasarkan tarif yang berbeda dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), misalnya dengan pengenaan tarif rata-rata. Ketentuan ini perlu, mengingat barang-barang yang dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas pada umumnya terdiri dari beberapa jenis.
Huruf c.
Dalam hal barang ekspor Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan Bea Masuk, barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenakan tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan sistem klasifikasi barang dalam pasal ini adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "nilai transaksi" adalah harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan:
a. biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar berupa:
1. komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;
2. biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean, pengemas tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan;
3. biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepakan;
b. nilai dari barang dan jasa berupa:
1. material, komponen, bagian, dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor;
2. peralatan, cetakan, dan barang-barang yang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;
3. material yang digunakan dalam pembuatan barang impor;
4. teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan, dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor, yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut:
a) dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan;
b) untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya; c) harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.
c. royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang sedang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan;
d. nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan, pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang bersangkutan;
e. biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean;
f. biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean;
g. biaya asuransi.
Ayat (2)
Dua barang dianggap identik apabila keduanya sama dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas, dan reputasinya sama, serta:
a. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
b. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.
Ayat (3)
Dua barang dianggap serupa apabila keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial dapat dipertukarkan, serta:
a. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
b. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan data harga dari harga pasar dalam Daerah Pabean dikurangi biaya/pengeluaran, antara lain komisi/ keuntungan, transportasi, asuransi, Bea Masuk, dan pajak; harga dari katalog dan daftar harga atau data harga lainnya.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan metode komputasi adalah metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan penjumlahan harga bahan baku, biaya proses pembuatan, dan biaya/pengeluaran lainnya sampai barang tersebut tiba di pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan pembatasan tertentu adalah bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor berdasarkan ayat ini tidak diizinkan ditetapkan berdasarkan:
a. harga jual barang produksi dalam negeri;
b. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi apabila ada dua alternatif nilai pembanding;
c. harga barang di pasaran dalam negeri negara pengekspor;
d. biaya produksi, selain nilai yang dihitung berdasarkan metode komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah ditentukan untuk barang identik atau serupa;
e. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke Daerah Pabean;
f. harga patokan;
g. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Prinsip yang dianut dalam pembayaran Bea Masuk adalah asas perhitungan sendiri (self assessment). Namun, Pejabat Bea dan Cukai tetap diberi wewenang untuk meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk yang tersebut dalam Pemberitahuan Pabean yang diserahkan importir.
Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah Pemberitahuan Pabean atas impor diserahkan, sedangkan penetapan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk hanya dapat diberikan setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan.
Pengertian "dapat" dalam pasal ini dimaksudkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya sehingga:
a. Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;
b. Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah. Dalam hal pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar, pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean, misalnya untuk barang penumpang.
Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam waktu tiga puluh hari sesudah tanggal pendaftaran. Batas waktu selama tiga puluh hari dianggap cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan.
Pasal 17
Ayat (1)
Pada dasarnya penetapan Pejabat Bea dan Cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan Pabean atau Dokumen Pelengkap Pabean menunjukkan adanya kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea Masuk, untuk mengamankan penerimaan negara atau menjamin hak pengguna jasa, Direktur Jenderal dapat membuat penetapan baru.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Yang dimaksud dengan harga ekspor adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor diragukan kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan:
a. harga dari barang impor dimaksud yang dijual kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau
b. harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor.
Yang dimaksud dengan nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal ditetapkan berdasarkan:
a. harga tertinggi barang sejenis yang diekspor ke negara ketiga; atau
b. harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar (constructed value).
Yang dimaksud dengan "industri dalam negeri" adalah:
a. produsen dalam negeri barang sejenis secara keseluruhan; atau
b. para produsen dalam negeri barang sejenis yang produksinya mewakili sebagian besar dari keseluruhan produksi barang yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan barang sejenis adalah barang yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik, teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Yang dimaksud dengan subsidi adalah:
a. setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri, atau eksportir; atau
b. setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan Ekspor atau menurunkan Impor dari atau ke negara yang bersangkutan.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Pada dasarnya barang dari luar Daerah Pabean sejak memasuki Daerah Pabean sudah terutang Bea Masuk. Namun, mengingat barang tersebut tidak diimpor untuk dipakai, barang tersebut tidak dipungut Bea Masuk.
Pasal 25
Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah pembebasan yang bersifat mutlak, dalam arti jika persyaratan yang diatur dalam pasal ini dipenuhi, barang yang diimpor tersebut diberi pembebasan.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembebasan Bea Masuk adalah peniadaan pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Huruf a
Yang dimaksud dengan barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya adalah barang milik atau untuk keperluan perwakilan negara asing tersebut, termasuk pejabat pemegang paspor diplomatik dan keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut diberikan apabila negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama terhadap diplomat Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya adalah barang milik atau untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia, termasuk para pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia. Pembebasan ini tidak diberikan kepada pejabat badan internasional yang memegang paspor Indonesia.
Huruf c
Pembebasan Bea Masuk yang diberikan berdasarkan huruf ini merupakan fasilitas untuk menghilangkan beban yang dipikul oleh importir produsen yang akan memberikan nilai tambah terhadap barang atau bahan impor dimaksud dengan cara mengolah, merakit, atau memasangnya pada barang lain, kemudian mengekspor barang jadinya
Huruf d
Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari departemen terkait terhadap buku-buku yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan ibadah umum adalah barang-barang yang semata-mata digunakan untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui di Indonesia.
Yang dimaksud dengan barang keperluan amal dan sosial adalah barang yang semata-mata ditujukan untuk keperluan amal/sosial dan tidak mengandung unsur komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau pemberantasan wabah penyakit.
Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan kebudayaan adalah barang yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara. Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari departemen terkait.
Huruf
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari departemen terkait.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan barang contoh adalah barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara lain untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran dalam jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe maupun merek.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan barang pindahan adalah barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.
Huruf n
Yang dimaksud dengan barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas adalah barang-barang yang dibawa oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (3), sedangkan barang kiriman adalah barang yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat ini memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan pasal ini.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah pembebasan yang bersifat relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan Bea Masuk.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keringanan Bea Masuk adalah pengurangan sebagian pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Huruf a.
Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan industri. Pengertian pembangunan dan pengembangan industri meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru serta perluasan (diversifikasi) hasil produksi, modernisasi, rehabilitasi untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah ada.
Huruf b.
Yang dimaksud dengan barang dan bahan ialah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan batas waktu akan diatur dalam keputusan pelaksanaannya.
Huruf c.
Cukup jelas
Huruf d.
Yang dimaksud dengan bibit dan benih ialah segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor dengan tujuan nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Huruf e.
Yang dimaksud dengan hasil laut ialah semua jenis tumbuhan laut, ikan, atau hewan laut yang layak untuk dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan sarana penangkap ialah satu atau sekelompok kapal yang mempunyai peralatan untuk menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga yang mempunyai peralatan pengolahan.
Yang dimaksud dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin adalah sarana penangkap yang berbendera Indonesia atau berbendera asing yang telah memperoleh izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan penangkapan atau pengambilan hasil laut.
Huruf f.
Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan atas impor barang yang sebelumnya diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, atau pengujian di luar negeri.
Yang dimaksud dengan perbaikan adalah penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah sifat hakikinya.
Yang dimaksud dengan pengerjaan adalah penanganan barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi ekonomis tanpa mengubah sifat hakikinya. Pengujian meliputi pemeriksaan barang dari segi teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pembebasan atau keringanan dalam hal ini hanya dapat diberikan terhadap barang dalam keadaan seperti pada waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang diganti atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan Bea Masuk.
Huruf g.
Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan terhadap barang setelah diekspor, diimpor kembali tanpa mengalami suatu proses pengerjaan atau penyempurnaan apa pun, seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke luar negeri, barang keperluan pameran, pertunjukan, atau perlombaan. Terhadap barang lain yang diekspor untuk kemudian karena suatu hal, diimpor kembali dalam keadaan yang sama dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah diterimanya dikembalikan.
Huruf h.
Dalam transaksi perdagangan kemungkinan adanya perubahan kondisi barang sebelum barang diterima oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan prinsip pemungutan Bea Masuk dalam undang-undang ini diterapkan atas semua barang yang diimpor untuk dipakai sehingga, apabila terjadi perubahan kondisi (kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena sebab alamiah), barang tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai atau memberikan manfaat sebagaimana diharapkan, wajar apabila barang yang mengalami perubahan kondisi sebagaimana diuraikan di atas tidak sepenuhnya dipungut Bea Masuk. Oleh karena itu pembatasan pada saat kapan terjadinya perubahan kondisi barang tersebut, adalah antara waktu pengangkutan dan diberikannya persetujuan impor untuk dipakai.
Huruf i.
Bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan adalah:
1) bahan terapi yang berasal dari manusia, yaitu darah manusia serta derivatifnya (turunannya) seperti darah seluruhnya, plasma kering, albumin, gamaglobulin, fitrinogen, serta organ tubuh;
2) bahan pengelompokan darah yang berasal dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain,
3) bahan penjenisan jaringan yang berasal dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain.
Huruf j.
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek pemasangan lampu jalan umum.
Huruf k.
Mengingat pemasukannya hanya untuk sementara, barang-barang tersebut diberi pembebasan atau keringanan Bea Masuk.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a.
Kesalahan tata usaha antara lain adalah kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman tarif.
Huruf b.
Cukup jelas
Huruf c.
Yang dimaksud dengan sebab tertentu pada ayat ini adalah bahwa hal tersebut bukan merupakan kehendak importir, melainkan disebabkan oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah yang mengakibatkan barang yang telah diimpor tidak dapat dimasukkan ke dalam Daerah Pabean sehingga harus diekspor kembali atau dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dalam kondisi yang sama.
Huruf d.
Cukup jelas
Huruf e.
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Undang-undang ini memberi kewenangan kepada Menteri untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang berkenaan dengan Pemberitahuan Pabean, buku catatan pabean, dan dokumen pelengkap pabean, misalnya bentuk Pemberitahuan Pabean dan dokumen pelengkap pabean dapat ditetapkan baik berupa tulisan di atas formulir, disket, maupun hubungan langsung antarkomputer tanpa menggunakan kertas.
Contoh Pemberitahuan Pabean adalah:
a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;
b. pemberitahuan impor untuk dipakai;
c. pemberitahuan impor sementara;
d. pemberitahuan pemindahan barang dari Kawasan Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat;
e. pemberitahuan pemindahan barang dari suatu Kantor Pabean ke Kantor Pabean lain dalam Daerah Pabean;
f. pemberitahuan ekspor barang.
Yang dimaksud dengan buku catatan pabean adalah buku daftar atau formulir yang digunakan untuk mencatat Pemberitahuan Pabean dan kegiatan Kepabeanan berdasarkan undang-undang ini.
Buku catatan pabean, antara lain adalah daftar untuk mencatat:
a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;
b. pemberitahuan impor untuk dipakai;
c. pemberitahuan ekspor barang;
d. barang yang dianggap tidak dikuasai;
e. barang yang akan dilelang
Yang dimaksud dengan dokumen pelengkap pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya invoice, bill of lading, packing list, dan manifest.
Pasal 29
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada dasarnya undang-undang ini menganut prinsip bahwa semua pemilik barang dapat menyelesaikan Kewajiban Pabean. Mengingat tidak semua pemilik barang mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana Kepabeanan atau karena suatu hal tidak dapat menyelesaikan sendiri Kewajiban Pabean, ayat ini memberi kemungkinan pemberian kuasa penyelesaian Kewajiban Pabean kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor Pabean. Pengusaha semacam ini sebelumnya telah ada dan di dalam praktik sehari-hari dikenal dengan nama Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), Ekspedisi Muatan Kapal Udara atau Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMKU/EMPU), atau pengusaha Jasa Transportasi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Bea Masuk atas barang impor merupakan tanggung jawab importir yang bersangkutan,kecuali jika pengurusan pemberitahuan impor dikuasakan kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dan importir tidak ditemukan, misalnya melarikan diri, maka tanggung jawab atas Bea Masuk beralih ke pengusaha pengurusan jasa kepabeanan. Yang dimaksud dengan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas nama pemilik barang.
Pasal 32
Ayat (1)
Pada prinsipnya importir bertanggung jawab atas Bea Masuk barang yang diimpornya. Namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) undang-undang ini, importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas Bea Masuk sejak didaftarkannya Pemberitahuan Pabean. Dengan demikian, sebelum didaftarkannya Pemberitahuan Pabean, tanggung jawab atas Bea Masuk berada pada pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, yaitu tempat penimbunan barang impor yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Apabila barang impor yang harus dilunasi Bea Masuknya terdiri dari beberapa jenis dengan satu nama umum (golongan barang), sedangkan jenis barang yang sebenarnya tidak dapat diketahui, sebagai dasar perhitungan Bea Masuk, diambil tarif tertinggi yang berlaku atas golongan barang tersebut dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Pembebasan atau keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 pada hakikatnya tidak membebaskan importir dari tanggung jawab atas Bea Masuk yang harus dilunasi, karena pembebasan atau keringanan tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan secara limitatif pada saat fasilitas tersebut diberikan. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa fasilitas tersebut pada suatu saat digunakan tidak sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Karena prinsip pengenaan Bea Masuk melekat erat pada barang impor, untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan fasilitas yang telah diberikan sehingga syarat yang telah ditetapkan tidak lagi dipenuhi, undang-undang ini menegaskan letak tanggung jawab atas Bea Masuk yang terutang berada pada Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan atau yang menguasai barang tersebut. Tujuan perluasan tanggung jawab atas Bea Masuk dalam undang-undang ini adalah untuk menjamin hak-hak negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Pasal-pasal terdahulu dalam bagian ini telah menegaskan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap Bea Masuk atas barang impor. Pasal ini juga menegaskan siapa yang harus bertanggung jawab atas Bea Masuk barang impor yang kedapatan di bawah penguasaan seseorang yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal-pasal tersebut di atas. Dalam keadaan demikian dapat saja mereka merupakan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau siapa pun yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangan sarana pengangkut atau di tempat-tempat tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk. Yang dimaksud dengan tempat tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk adalah suatu tempat di daerah perbatasan yang merupakan bagian dari jalan perairan daratan atau jalan darat di perbatasan yang ditunjuk sebagai tempat lintas batas (point of entry).
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Kewajiban membayar menurut pasal ini sepanjang mengenai Bea Masuk timbul sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean mengenai impor barang dan sepanjang mengenai denda timbul sejak diterimanya surat pemberitahuan oleh yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan penundaan dalam ayat ini adalah pemberian perpanjangan jangka waktu pelunasan pembayaran Bea Masuk dan denda administrasi sampai batas waktu yang ditetapkan. Perpanjangan jangka waktu pembayaran ini diberikan dengan pertimbangan bahwa pihak yang berutang menunjukkan iktikad baik untuk menyelesaikan utangnya, tetapi pada waktu yang ditentukan belum dapat melunasinya sehingga perlu diberikan penundaan pelunasan utang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan jatuh tempo adalah:
a. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang berutang lihat Pasal 37 ayat (1);
b. dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara adalah tiga puluh hari sejak tanggal keputusan adanya tagihan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferensi yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik yang berutang. Setelah tagihan pabean dilunasi, baru diselesaikan pembayaran kepada pihak-pihak lainnya. Maksud ayat ini adalah untuk memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari pihak-pihak lainnya atas harta milik yang berutang untuk melunasi tagihan pabean.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Hak menagih atas utang berdasarkan pasal ini berlaku, baik untuk tagihan negara kepada yang berutang maupun tagihan pihak yang berpiutang kepada negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Utang yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini, penagihannya diserahkan kepada instansi pemerintah yang mengurusi penagihan piutang negara.
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a.
Cukup jelas
Huruf b.
Yang dimaksud dengan jaminan yang dapat digunakan terus-menerus adalah jaminan yang diserahkan dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat digunakan dengan cara:
1. jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada pelunasan Bea Masuk sampai jaminan tersebut habis; atau
2. jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas sehingga setiap pelunasan Bea Masuk dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d.
Jaminan lainnya dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kemungkinan diserahkannya jaminan selain yang tercantum dalam huruf a sampai dengan huruf c.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Mengingat penyediaan Tempat Penimbunan Sementara dimaksudkan untuk menimbun barang untuk sementara waktu, perlu adanya pembatasan jangka waktu penimbunan barang-barang di dalamnya. Jangka waktu tiga puluh hari yang disediakan dianggap cukup untuk memberi kesempatan kepada yang berkepentingan agar segera mengeluarkan barangnya dari Tempat Penimbunan Sementara juga agar tidak mengganggu kelancaran arus barang di pelabuhan (kongesti).
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor wajib Bea Masuk yang hilang dari Tempat Penimbunan Sementara, disamping adanya kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat Penimbunan Sementara juga dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 44
Tujuan pengadaan Tempat Penimbunan Berikat dalam undang-undang ini adalah untuk memberikan fasilitas kepada pengusaha berupa penangguhan pembayaran Bea Masuk serta dapat melakukan kegiatan menyimpan, menimbun, memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengolah barang yang berasal dari luar Daerah Pabean tanpa lebih dahulu dipungut Bea Masuknya. Dengan adanya Tempat Penimbunan Berikat ini, akan dapat dijamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan Impor atau Ekspor serta peningkatan produksi dalam negeri dalam rangka pembangunan dan pengembangan ekonomi nasional.
Yang dimaksud dengan penangguhan adalah peniadaan sementara kewajiban pembayaran Bea Masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar Bea Masuk berdasarkan undang-undang ini. Yang dimaksud dengan pengusaha Tempat Penimbunan Berikat adalah orang yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha menimbun, mengolah, memamerkan, atau menjual barang di Tempat Penimbunan Berikat.
Yang dimaksud dengan penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat adalah orang yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat di suatu tempat, bangunan, atau kawasan. Dalam hal tertentu, penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat dapat juga berfungsi sebagai pengusaha Tempat Penimbunan Berikat apabila penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat hanya diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Tarif yang dipergunakan untuk menghitung Bea Masuk atas barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke peredaran bebas adalah tarif yang berlaku pada saat barang tersebut dikeluarkan. Sedangkan nilai pabean yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan Bea Masuk adalah nilai pabean dari barang pada saat barang tersebut dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat. Apabila dasar perhitungan Bea Masuk diberitahukan dalam mata uang asing, kurs yang dipergunakan adalah kurs yang berlaku pada saat barang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.
Ayat (3)
Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan dengan tanpa maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan Bea Masuknya telah dilunasi, tetapi pengeluarannya dilakukan tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai, maka atas pelanggaran tersebut si pelanggar dikenai sanksi administrasi.
Ayat (4)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor yang wajib Bea Masuk yang hilang dari Tempat Penimbunan Berikat, disamping adanya kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat Penimbunan Berikat juga dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan adalah bahwa Tempat Penimbunan Berikat tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan sampai diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali izin dimaksud. Pembekuan izin ini merupakan tindak lanjut dari hasil audit Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat Penimbunan Berikat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
0 komentar:
Posting Komentar